Monday, October 5, 2020

ILMU CARI REJEKI

BEGINI CARA BISNIS KULINER BERTAHAN DI MASA RESESI!!
Oktober ini berarti sudah 7 bulan pandemi mendera, entah sudah berapa kawan yang curhat atau saya lihat sendiri kondisinya begitu sulitnya untuk bangkit. Pilihan mereka yang dulu tutup sementara, berubah jadi tutup selamanya. 

❌ Yang mengandalkan pasar mahasiswa ketika kampus ditutup langsung omzet tinggal 20% saja.

 ❌ Yang punya banyak cabang, gak semua cabangnya untung, subsidi silang sampai kapan bisa bertahan?

❌ Jumlah karyawan yang banyak, pilihan efisiensi dirumahkan atau dipertahankan tapi menggerus dana cadangan.

❌ Buka di mall, satu cabang modal investor 1-2 milyar, penjualan sangat ngedrop, sewa tempat bulanan pun tak terbayar, investor juga gak sabar. 

❌ Buntu dengan cara jualan yang sama, padahal kondisi pasar berbeda. Mau inovasi tapi seperti kehabisan energi. 

❌ Utang menumpuk di supplier, menunda pembayaran tapi duitnya kepake yang lainnya, kasihan kan suppliernya. Jadi efek berantai jadinya.

❌ Utang modal bank yang paling bikin pusing, bunga tetap jalan, keringanan hanya bayar mundur ke belakang, tidak mengurangi beban bunga dan pokok utang. 

Daan masih banyak sebab lain yang kalian akan temui, baik di bisnismu sendiri atau di bisnis kawan yang kamu kenal. 

✅ Semua pemilik bisnis pasti punya jurus juga untuk bertahan, apalagi di usaha kuliner ini. Mengelolanya harus dengan hati yang adem, pikiran yang tenang. Mengambil keputusan dalam kondisi gak tenang malah hasilnya tambah gak karu-karuan. 

Ini jurus saya bertahan di masa pandemi ini, walau resesi menghadang pokoknya tetap jualan. Alhamdulillah sejak bulan Maret awal corona masuk, sampai hari ini kami tidak pernah tutup kecuali libur di hari raya. 

Silahkan dicontoh jika ada ilmu yang didapatkan. 

✔️Saya sejak awal mendirikan Tengkleng Hohah 5 tahun lalu saya berkomitmen tanpa modal utang dan riba. Saya pakai 90% barang bekas, dari meja, kursi, hingga piring dan alat masak, tempatpun hanya sewa. Jadi walau omzet sedang turun tidak pernah dipusingkan dengan cicilan dan tagihan. Wolessss saja! 

✔️ Saya jadikan karyawan sebagai teman kerja, bukan bawahan. Selain gaji ada bonus omzet yang dibagi bersama. Yang sholatnya rajin dapat bonus khusus, tiap awal bulan ada yang diundi dapat bonus beruntung, seperti arisan tanpa bayar iuran.  Jika butuh dana darurat boleh kasbon dengan aturan yang dibuat. 

✔️ Menjaga hubungan dengan semua supplier, ada 20 lebih jumlahnya. Kami pantang menumpuk utang, yang bisa dibayar cash langsung hari itu diselesaikan, yang H+1 tertib dibayarkan, yang mundur beberapa hari semua tepat waktu diselesaikan. Tidak ada utang bahan baku yang mandeg berbulan-bulan.

✔️ Tertib semua keuangan, antara kasir dan manager saling memantau keuangan, tiap jam 9 malam dilaporkan di group WA, jadi semua saling kroscek, jika ada yang selisih langsung dicari dan dikoreksi. Tiap malam juga uang tabungan sewa, gaji, THR, kami sisihkan dalam bentuk prosentase langsung dimasukkan amplop dan dipisahkan dari keuangan yang muter harian. 

✔️ Promosi tetap kami rutinkan di sosial media, walau hanya 50.000/hari plus kena PPN 10% jadi 55.000, untuk menjangkau 3000-5000 konsumen yang ada di Jogja, ini bagian dari menjaga eksistensi, bahwa kami masih hidup lho! Kami tetap jualan lho! Dan pasti ada diantara mereka yang kangen terus datang lagi. 

✔️ Standarisasi masakan, dibuat SOP agar 3 koki bisa masaknya sama, tidak ada rasa yang berubah. jika ada yang kecewa kami ganti baru pada konsumen yang komplain. Bahkan nasi putih di warung kami cukup bayar sekali boleh nambah lagi sesuai kapasitas perut masing-masing. Boros beras? Gak masalah.. agar semua kebagian rezekinya. 

✔️Kami tau diri tidak buru-buru buka banyak cabang. Potensi untung ada, tapi potensi buntung juga bakal bikin sesek dada. Apalagi jika ada dana investor, dia gak terima, dianggap lalai, bakal putus hubungan kawan dan saudara. Kami memilih fokus di satu tempat tapi tiap hari diburu para pelancong yang datang di Jogja.

✔️ Inovasi penjualan, mereka yang pernah makan Tengkleng Hohah di Jogja tapi tinggal di luar kota, sudah bisa pesan online di https://pesanhohah.com, kuat perjalanan 3 hari, tinggal dipanaskan di kota masing-masing, dari Medan hingga Makassar bisa melayani. 

✔️ Dorong dengan sedekah, kami yakin bisnis bukan hanya soal mencari materi tapi juga harus berbagi, tiap bulan dari hasil penjualan ada yang kami sisihkan untuk kami transfer rekening panti-panti asuhan, untuk biaya mereka makan. 

Hanya itu kok ilmunya. Jika ada yang mau menyontoh monggooo... ๐Ÿค—๐Ÿ˜Š๐Ÿ‘ 

Tulisan oleh : mas Saptuari | Tengkleng Hohah Jogja

Monday, June 1, 2020

Sabar ya dek....

#Repost @infosemangat @download.ins
---
๐Ÿ˜ญ๐Ÿ˜ญ๐Ÿ˜ญ⁣l
.
.
“Assalamu'alaikum Ibu” ucapnya pelan. “Maaf ... Adam baru sempat jenguk, Ibu.” lirihnya. Napasnya tersengal, tangis pun akhirnya pecah. “Ibu apa kabar? Adam ada kabar gembira buat Ibu.” Setengah tawa bercampur tangis. Mata yang sayu mulai berembun. Semua karenanya
.
.
Lelaki kecil bernama Adam, tersedu pilu memeluk kedua lututnya. “Maaf ...” lirihnya tertahan. Air matanya kian berlinang. “Aaa ... Adam ... Adam.” Sesak! Dadanya kian bergemuruh. “Adam puasanya lancar, Bu. Hiks ... hiks.” Adam, anak yang malang. “Semua teman Adam dikasih hadiah, Bu,” lirihnya, seiring dengan tangan mengusap wajahnya. “Adam istimewa ya, Bu? Kata Nenek, Adam spesial di mata Allah.” Ia curahkan semua kepada ibunya.
.
Entah dengan sang ibu. Apakah ia mendengarnya? “Adam sudah berubah, Bu. Tidak lagi ngerepotin Nenek. Nenek bilang baju Adam masih bagus semua. Makanya Adam nggak beli.” Tersenyum getir. Padahal, hatinya bergetar. Tak ada tisu untuk mengusap. Yang ada, hanya tangan kumal yang setia menghapus air matanya. .
Adam berbalik. Menghadap nisan di sebelahnya. “Assalamu'alaikum Ayah.”⁣
ia bersihkan rerumputan yang mulai tumbuh di nisan ayahnya. “Maafkan Adam, Yah. Adam belum bisa menjalankan amanat yang Ayah berikan. Adam masih saja cengeng, terus mengeluh. Padahal, Ayah melarang itu semua.” Hanya bisa menangis! Untuk berhenti pun ia tak mampu. “Adam rindu, Yah....
Rindu bermain sama Ayah. Kapan bisa diulang? Adam tidak ingin sepeda beroda ... yang Adam mau hanya pundak Ayah yang bisa membuat Adam tertawa.” Rintik hujan mulai terasa. Awan hitam mulai terlihat. “Adam pulang dulu, ya Ayah Ibu. Minal 'Aidin Wal Faizin. Adam sayang Ayah dan Ibu.” Setelahnya berdoa, anak lelaki itu pulang dengan sejuta kerinduan.
.
Tak ada kata yang mewakili rasa selain do'a. Semoga ayah ibu, bahagia di surgaNya. "Jika kamu masih memiliki sayap yang utuh. Jaga, dan sayangi mereka. Jangan sampai kamu membuat keduanya menangis, kecuali tangis bahagia karena prestasi dan kesolehan mu"
.
.
Semoga kita bisa membuat orang tua kita bahagia di dunia dan di akhirat Aamiin๐Ÿคฒ⁣
.
.
.
.
.
Cr sahabatsurga 
#rinduibu #pptermurah #ppmurahbanget  #ppmurah #rinduayah #BeraniNikah

Tuesday, February 18, 2020

SORGA BUKAN CERITA DI INDONESIA

SORGA BUKAN CERITA DI INDONESIA
(dr. Ratna Hendardji)
Musim dingin, ketika salju turun, di Eropa atau Amerika Utara, suhu bisa mencapai minus 40 derajat celsius. Artinya, kulkasmu masih lebih hangat.
Itulah saat semua tetumbuhan "mati", kecuali pohon cemara. Itulah saatnya darahmu bisa berhenti menjadi es ketika kamu keluar rumah tanpa pakaian khusus.
Musim salju adalah ketika manusia bertahan hidup dan beraktivitas yang mungkin, tanpa bisa berjalan jika tak ada bantuan peralatan dan teknologi.Tanpa itu, mati kedinginan. Dan ada satu periode di mana salju berbentuk badai. Badai salju.Terbayang apa yang bisa dilakukan selain bertahan hidup di ruangan berpemanas.
Padang pasir. Begitu keringnya sampai sampai manusia yang berdiam di sana membayangkan sungai sungai yang mengalir sebagai surga.
Hanya ada beberapa jenis pohon yang bisa hidup dalam suhu bisa di atas 40 derajat celcius. Keringatmu bisa langsung menguap bersama cairan tubuhmu. Dan keberadaan air adalah persolan hidup mati. Sungguh bukan minyak.
Saya sungguh tidak mengerti ketika ada orang yang masih belum percaya bahwa Indonesia itu serpihan sorga.
Cobalah kamu bercelana pendek, pakai kaos dan sandal jepit jalan-jalan di Kanada ketika musim dingin. Atau jalan jalan di padang pasir. Dijamin mati.
Di sini, di negaramu, kapan saja, mau siang mau malam kamu bisa jalan-jalan kaosan tanpa alas kaki. Mau hujan mau panas, selamat.
Di Eropa Amerika paling banter kamu akan ketemu buah-buahan yang sering kamu pamer-pamerin. Apel, anggur, sunkist, pear (pir) dan semacamnya.
Di Timur tengah paling kamu ketemu kurma, kismis, kacang arab, buah zaitun, buah tin.
Di Indonesia, kamu tak akan sanggup menyebut semua jenis buah dan sayuran, umbi-umbian, kacang-kacangan, bunga-bunga, rempah-rempah, saking banyaknya.
Di Amerika Eropa, kamu akan ketemu makanan lagi lagi sandwich, hot dog, hamburger. Itu itu saja yang divariasi. Paling banter steak, es krim, keju.
Di Timur tengah?. Roti. Daging dan daging.
Di Indonesia? Dari Sabang sampai Merauke, mungkin ada ratusan ribu varian makanan. Ada puluhan jenis soto, varian sambal, olahan daging, ikan dan ayam tak terhitung macamnya. Setiap wilayah ada jenisnya. Kue basah kue kering ada ribuan jenis. Varian bakso saja sudah sedemikian banyak. Belum lagi singkong, ketan, gula, kelapa bisa menjadi puluhan jenis nama makanan.
Dan tepian jalan dari Sabang sampai Merauke adalah garis penjual makanan terpanjang di dunia. Saya tidak berhasil menghitung penjual makanan bahkan hanya dari Kemayoran ke Cempaka Putih.
Di Indonesia, kamu bebas mendengar pengajian, sholawatan, dang dut koplo, konser rock, jazz, gamelan dan ecrek-ecrek orang ngamen. Di Eropa Amerika Timur tengah, belum tentu kamu bisa menikmati kecuali pakai head set.
Saya ingin menulis betapa surganya Indonesia dari segala sisi. Hasil buminya, cuacanya, orang-orangnya yang cerdas-cerdas, kreatif dan bersahabat, budayanya, toleransinya, guyonannya, keindahan tempat-tempat wisatanya dan seterusnya. Saya tidak mungkin mampu menulis itu semua meskipun jika air laut menjadi tintanya.
Saking tak terhingganya kenikmatan anugerah Allah SWT pada bangsa Indonesia.
Indonesia ini negara kesayangan Tuhan.
Kamu tidak bisa mensyukuri itu semua?Jiwamu sudah mati.
Pesan :
Janganlah sorga kita ini kita hancurkan hanya karena syahwat berkuasa dan keserakahan ketamakan tiada batas.
Janganlah kehangatan persaudaraan yang dicontohkan oleh embah kakek opung kita dihancurkan hanya karena kita merasa paling benar dan paling pintar.
Tuhan hanya mensyaratkan kamu semua bersyukur agar sorga ini tidak jadi neraka. Bahkan andai kamu sering bersyukur maka nikmat-nikmat itu akan ditambah.
Bersyukur itu di antaranya, tidak merusak apa-apa yang sudah baik. Baik alam lingkungan, sistem nilai, budaya asli dan semacamnya.
Jika kita merusak alam, alam akan berproses membuat keseimbangan/keadilan
Politik, berjangka pendek jangan sampai merubah sorga ini jadi neraka. Jangan berkelahi.
Pandai-pandailah menahan diri seperti orang berpuasa. Jangan jadi pengikut orang-orang yang haus kekuasaan dan ketamakan luar biasa.
original post by : Okky Dhana

BOLU PISANG DAN ES KRIM

"Bu, kakak ranking satu, mana janji ibu mau beliin es krim," rengek Dika putra sulungku. Sejak pulang sekolah ia selalu saja menagih janjiku. Mana kutahu bila si sulung yang baru kelas dua SD akan meraih ranking satu, pikirku saat berjanji paling dia hanya akan masuk sepuluh besar saja seperti biasa.

"Sabar ya, Nak, tunggu ibu gajian tanggal satu," janjiku, padahal aku pun tahu tanggal satu nanti upah menjadi buruh cuci separuhnya akan habis menyicil hutang pengobatan ketika almarhum suami sakit dulu.

Dika cemberut. Aku tahu dia kecewa. Tak banyak pinta anak ini sebenarnya, hanya sebuah es krim ketika ia ranking satu. Tapi bagiku itu barang mahal.

Ah seandainya saja Dika ranking dua atau tak usahlah ranking sekalian, ia pasti tak sekecewa ini.
Keterpurukan hidupku bermulai ketika suami yang tiap hari bekerja sebagai buruh bangunan kecelakaan dan lumpuh. Tiap Minggu harus bolak balik kontrol ke rumah sakit, walau pakai BPJS namun kerepotan ini tetap membutuhkan biaya hingga hutang pun menumpuk.
Ketika suami akhirnya pergi selamanya, hutang-piutang pun berdatangan meminta haknya untuk dilunasi.
Aku pasrah. Memohon kepada si pemberi hutang agar memberi kelonggaran dengan mencicil.
Bukan tak mau bekerja lebih giat lagi, namun selain Dika, aku memiliki Anita putri bungsuku yang masih berusia dua tahun. Tak semua orang mau menerima pekerja rumah tangga yang membawa balita.
Sejak itu aku melakukan kerja apapun, mulai dari buruh cuci, hingga upahan membuat kue. Kebetulan kata orang-orang bolu pisang buatanku enak.

(Mbak, bisa buatin bolu pisang?) Sebuah pesan masuk.
Aku bersorak.
Alhamdulillah tak sia-sia mengisi pulsa data beberapa hari yang lalu dan mengaktifkan WA ku. Ada pesanan masuk.
(Bisa Mbak, mau berapa loyang?)
(2 loyang, ngambilnya kira kira jam 1 bisa?)
(Bisa Mbak.) Aku menyanggupi.
(Tapi bolu pisangnya jangan pakai gula ya, biar manisnya ngambil dari pisangnya saja. Anakku alergi gula.)
(Siap, Mbak. Otw dibuat.)
(Berapa harganya?)
(50.000 Mbak.)
(40.000 saja ya, kan gak pakai gula.)
Aku menelan ludah. Ya Tuhan, padahal dalam tiap loyangnya aku hanya mengambil untung 10.000.
(Ya sudah karena Mbak ngambil dua, aku kasih.)
(Oke, tapi aku gak bisa ngambil ke rumah ya, Mbak. Aku mau pergi liburan, jadi jam 1 aku tunggu di depan SMP yang ada di simpang itu.)
(Oke siap.)
Aku segera gerak cepat menyiapkan semua bahan dan mulai bekerja. Baru jam sembilan berarti masih banyak waktu luang. Kebetulan ada pisang Ambon yang belum terpakai jadi gak perlu beli ke pasar.
Alhamdulillah, aku bisa mendapat untung dua puluh ribu dari penjualan dua loyang bolu pisang.
Sepuluh ribunya bisa buat beli es krim harga lima ribu untuk si sulung dan bungsu dan sisanya untuk tambahan belanja besok.
Setelah jam 12.30 aku segera berangkat menuju tempat yang dijanjikan. Si sulung mengekor langkahku dengan riang karena terbayang es krim yang bakal didapat. Si bungsu sedang tidur siang jadi kugendong saja.
Tempat janjian kami cukup jauh sekitar setengah kilometer dari rumah. Walau tengah hari dan terik matahari tengah garang menyerang, aku tetap semangat, demi 20.000.
Jam satu kurang lima menit kami telah tiba di tempat janjian. Mungkin sebentar lagi yang memesan akan datang.
Sepuluh menit, dua puluh menit hingga tiga puluh menit berlalu namun tak kunjung ada tanda bila si pemesan akan datang.
Beberapa pesan telah kukirim sejak tadi namun hanya terkirim dan belum dibaca.
Aku menelpon berkali-kali pun tak kunjung diangkat. Sudah hampir satu jam menanti.
Si sulung telah lelah dan merengek sementara si bungsu telah bangun dan ikut meraung karena kepanasan.
Ting! Sebuah pesan masuk. Hatiku bersorak, dari si pemesan kue.
(Ya Allah Mbak, maaf ya aku lupa. Ini suami berubah pikiran, awalnya dia bilang berangkat jam 2 eh tahunya jam sepuluh udah mau buru-buru. Jadi gak sempat kasih kabar. Mbak, jual bolunya sama orang lain saja ya, aku udah otw ke kampung.)
Aku langsung terduduk lemas. Ya Allah, ya Allah, ya Allah. Apalagi ini? Aku tak meminta banyak ya Allah, hanya es krim saja.
Peluhku yang sudah sejak tadi mengucur, kini bercampur dengan air mata.
Siapa yang ingin membeli bolu pisang tanpa gula dengan rasa manis yang alakadarnya?
Ya Allah, berkali aku menyeka air mata yang terus membasahi wajah.
Sulungku berhenti merengek, ia langsung diam melihat air mataku. Lama ia menatapku iba. Kedua netranya mulai berkaca. Tak tega hati ini melihatnya. Ia hanya ingin es krim seharga 5000 ya Allah.
"Dika gak akan minta es krim lagi Bu, tapi ibu jangan nangis." Dika kecilku berkata dengan suara yang bergetar. Sepertinya ia pun menahan tangis.
"Kita pulang, Nak," ucapku. Dika mengangguk, si bungsu pun tangisnya mulai mereda. Sepertinya ia mengerti akan kegundahan hati ini.
Ya Allah, beginilah rasanya. Sakit ya Allah, sakit, sakit, sepele bagi mereka namun begitu berat bagiku. Bahan-bahan bolu itu adalah modal terakhir dan kini seolah sia-sia.
Ya Allah, berkali kali aku menyebut nama-Nya. Berat, sungguh berat, belum lama suamiku pergi dan kini rasanya aku lemah.
Tak banyak ya Allah hanya ingin es krim saja, itu saja, untuk menyenangkan buah hatiku dan kini bukan untung yang kudapat malah kerugian yang telah nyata di depan mata.
Aku baru saja memasuki halaman rumah kontrakan ketika Bu Tia tetanggaku kulihat telah menunggu.
"Eh, ibunya Dika, dicariin, untung cepat pulang."
"Ada apa Bu?" tanyaku. Semoga saja wanita baik ini akan memberikanku perkerjaan. Apa saja boleh, bahkan yang terkasar sekalipun akan kuterima. Tapi gak mungkin, di rumah besarnya sudah ada dua pembantu yang siap sedia. Aku kembali membuang anganku.
"Gini, ibu jangan tersinggung ya." Bu Tia menatapku.
Aku mengangguk, ingin kukatakan bila rasa tersinggung itu sudah lama lenyap dalam kamus hidupku.
"Papanya anak-anak kan baru pulang jemput kakek neneknya dari bandara. Ya dasar laki-laki tahunya kan cuma nyenengin anak tapi gak tahu yang baik. "
Aku mengangguk walau belum paham kemana arah pembicaraan.
"Masa dia ngebeliian anak-anak es krim sampai lima buah. Padahal anakku kan masih batuk pilek parah. Jadi, daripada buat rusuh, mau ya Bu nerima es krim ini, untuk Dika dan adiknya." Bu Tia menyerahkan plastik putih berisi es krim padaku.
Aku terdiam tak sanggup berkata-kata.
"Asikkk." Dika bersorak, aku masih bergeming.
"Lo, yang ibu bawa itu apa?" tanya Bu Tia melirik kantong hitam berisi dua kotak bolu pisangku.
"Bolu pisang Bu, tapi gak manis, kebetulan yang mesan batal. "
"Wah kebetulan, neneknya di rumah itu diabetes jadi gak bisa makan manis. Saya beli ya untuk cemilan."
"Benar Bu?" Aku bertanya tak percaya.
"Iya, berapa harganya?"
"Berapa saja, Bu. Terserah, asal jadi uang."
"Ya sudah." Bu Tia menyerahkan dua lembar uang merah ke dalam genggamanku.
"Ya Allah Bu ini kebanyakan ," ucapku.
"Sudah, gak apa. Ambil saja, kalau mesan yang kayak gini emang mahal kok Bu." Bu Tia langsung mengambil kantong berisi bolu pisang dan bergegas pergi.
Aku masih diam dengan air mata yang mulai menetes lagi. Baru saja mengeluh akan pahitnya hidup dan kini semua telah terbayar lunas.
***
Bu Tia meletakkan bolu pisang yang baru ia beli di atas meja makan.
Ia duduk dan memandang dua kotak bolu pisang itu dengan tatapan berkaca.
Sungguh dzolim sebagai tetangga, bahkan ada seorang janda yang kesusahan pun ia tak tahu. Sementara baru saja ia membeli tas branded seharga jutaan dan tak jauh dari rumahnya ada seorang anak yatim merengek pada ibunya hanya demi sebuah es krim.
Untung saja Fahri putranya bercerita, bila tidak pastilah kedzoliman ini akan terus berlangsung.
"Ma, tadi yang juara 1 Dika, tetangga kita yang di ujung itu." lapor putra sulungnya.
"Bagus dong, les dimana dia?"
"Gak les kok, Ma. Orang dia miskin kok."
"Hey, gak boleh menghina orang lain." Bu Tia melotot pada putranya.
"Gak menghina kok. Kenyataan emang dia miskin. Kasihan deh Ma, masa kan ibunya janji mau beliin dia es krim kalau ranking satu eh pas dia ranking malah ibunya bilang tunggu ada uang. Kasihan banget Dika ya, Ma. Mana kalau di sekolah dia suka mandang jajanan temannya kayak ngiler gitu tapi pas dikasih dia nolak. Malu mungkin ya, Ma." Fahri bercerita panjang lebar.
Bu Tia terdiam.
Ya Allah mengapa ia tak tahu? Selama ini, ia aktif ikut kegiatan sosial, mengunjungi panti asuhan ini dan itu. Namun ia abai akan keadaan di sekitar.
"Ma, bolunya gak ada rasa, kurang enak," ucap Fachri membuyarkan lamunannya.
"Sengaja, makannya bukan gitu. Tapi kamu oles mentega dan taburi meses atau kamu oles selai buah."
"Ohhh, gitu ya. Tumben mama pesan bolu tawar."
"Lagi pengen aja."
Bu Tia menghela napas panjang. Tak akan terulang lagi, jangan sampai ada tangis anak yatim yang kelaparan di sekitarnya.
Anak yatim itu bukan tanggung jawab ibunya saja tapi keluarga dan orang sekitar.
***
Sepele bagi kita namun berarti bagi mereka.
Ada kala sisa nasi kemarin sore yang tak tersentuh di atas meja makan kita adalah mimpi dari anak-anak yang telah berhari-hari terpaksa hanya berteman dengan ubi rebus saja.
Jangan heran menatap binar seseorang yang begitu terharu ketika gaun pesta yang menurut kita sudah ketinggalan jaman itu kita berikan pada mereka.
Uang lima puluh ribu yang sangat mudah lenyap ketika dibawa ke mini market bertukar dengan kinderj*y dan beraneka jajanan yang habis dalam sekejap itu adalah setara dengan hasil kerja keras seorang buruh dari subuh hingga menjelang Malam.
Bersedekah itu gak perlu banyak, sedikit saja dari yang kita punya. Memberi itu jangan menunggu kaya, saat kekuranganlah justru diri harus lebih bermurah hati.
Beruntunglah bila di sekitar begitu banyak ladang sedekah dimana kita dapat menukar rupiah menjadi pahala. Kaya itu bukan pada jumlah harta tapi bagaimana kita membelanjakannya. Akherat itu ada dan sudahkah kita menyiapkan hunian di sana?
*Pengingat diri agar lebih peka

original posting by : ุญุณู† ู‚ู†ุฏุงู†ู‰

Sunday, December 15, 2019

BERSAHABAT DENGAN KEADAAN

Pada suatu ketika ada seorg eksekutif muda sedang berlibur di sebuah pedesaan yg asri dan tenang. Pagi2 dia bangun dan pergi berjalan utk mencari keringat.
Setelah sekitar 1 jam berjalan dia mampir disebuah kedai utk melepas dahaganya.
Kedai tsb ramai sekali. Gelak tawa membahana. Di dalam kedai tampak seorang tua menggunakan kaos yg sdh bolong dikelilingi teman2nya.
Penasaran ingin mengetahui, dia mendengarkan cerita si kakek tsb.
Rupanya kakek tsb sdg menceritakan kesialannya yg terjadi kemarin hari. Misalnya: Dia terjerembab jatuh akibat terpeleset tahi kerbau lah. Istrinya yg marah2 akibat dia sering lupa dll.
Ada sekitar 15 menit dia menikmati lelucon2 kehidupan si kakek yg benar2 lucu sebelum akhirnya si kakek pun pamit. Segera eksekutif muda tsb mengejarnya.
"Kek, Kek apa rahasianya sih kok kakek bisa hidup senang padahal begitu banyak kemalangan yg terjadi dlalam hidup kakek?
Si kakek menghentikan langkah dan memperhatikan pemuda tsb: "Nak kamu betul mau tau? Yuk ikut kakek melihat danau indah yg ada di atas bukit sana. Naik deh ke gerobak!"
Mereka pun pergilah.
Ditengah perjalanan si Eksekutif muda tsb minta gerobak dihentikan. "Stop2! saya tdk tahan kek. Perut saya keram terguncang2 akibat jalanan berbatu ini dan saya hrs pegangan keras agar tdk terlempar jatuh."
"Nak, coba jangan ditegangkan tubuh dan otot perutnya. Lemaskan! Ikuti goyangan gerobak ini." Kata si kakek.
Singkat cerita merekapin akhirnya tiba di danau yg indah tsb. "Kakek benar ketika kita melemaskan badan dan otot perut, mengikuti goyangan kereta, maka kita menikmati perjalanan kita tanpa sakit."
Kakek: "Nah itulah jawabannya atas pertanyaan kamu yg awal. Jikalau perjalanan hidup kita memasuki jalanan berbatu, ikuti goyangannya jgn melawan dan nikmatilah. Dengan begitu kita tdk sakit."

"Every adversity, every failure, every heartache carries with it the seed on an equal or greater benefit." Napoleon Hill.

ILMU CARI REJEKI

BEGINI CARA BISNIS KULINER BERTAHAN DI MASA RESESI!! Oktober ini berarti sudah 7 bulan pandemi mendera, entah sudah berapa kawan...