Sunday, April 1, 2018

PARENTING

Pernah mencoba membetulkan keran sendiri? Pasang bohlam?
Ganti ban motor atau mobil yang bocor di jalan? 
Me-lem sesuatu yang sdh terlanjur patah?
Membuka botol kaca yang allahuakbar sangat susah di buka?

Memasak sambil menggendong anak bahkan disambil lagi dgn menaruh pakaian kotor ke mesin cuci?
Nyetrika sambil bicara dgn mertua di telepon dan kaki menggoyang2kan bouncer agar bayi tidak bangun dan nangis tanpa henti?

Hidup ini penuh masalah, cobaan, kesulitan, tantangan dan pekerjaan susah yang kadang mau nggak mau harus kita kerjakan.

Di Indonesia enak. Tukang ledeng terjangkau, pembantu ada, supir banyak yang punya.
Yang pernah (atau masih) tinggal di negara maju tau betul bahwa pelayan dan pelayanan itu diluar jangkauan dompet kita pada umumnya.
Lha yang bekerja aja belum tentu bisa membayar mereka, apalagi yang keluar negeri nya untuk mengejar S3.

Kita nggak tau anak kita terlempar di bagian bumi Allah yang mana nanti, izinkan dia belajar menyelesaikan masalahnya sendiri.
Jangan memainkan semua peran, ya jadi ibu, ya jadi koki, ya jadi tukang cuci, ya jadi ayah, ya jadi tukang ledeng, ya jadi pengemudi.
Anda bukan anggota tim SAR, anak anda tidak dalam keadaan bahaya, berhentilah memberikan bantuan bahkan ketika sinyal S.O.S-nya tidak ada.
Jangan mencoba untuk membantu dan memperbaiki semuanya.

Anak ngeluh sedikit krn itu puzzle nggak bisa nyambung menjadi satu, ‘Sini... Ayah bantu’.
Botol minum ditutup rapatnya sedikit susah, ‘Sini... Mama saja’.
Sepatu bertali lama di ikat, sekolah sudah hampir telat... ‘Biar ayah aja deh yang kerjain’.
Kecipratan minyak sedikit... ‘Udah sini, kentangnya mama aja yang gorengin’.

Kapan anaknya bisa? Jangan kan di luar negeri, di Indonesia saja pembantu sudah semakin langka.
Kalau bala bantuan muncul tanpa adanya bencana, apa yang terjadi ketika bencana benar2 tiba?

Berikan anak-anak kesempatan untuk menemukan solusi mereka sendiri.
Kemampuan menangani stress, menyelesaikan masalah, dan mencari solusi itu ketrampilan yang wajib dimiliki.
Yang namanya ketrampilan, untuk bisa terampil, ya harus dilatih.
Kalau tanpa latihan, terus di harapkan simsalabim mereka jadi bisa sendiri? O-EM-JI!

Kemampuan menyelesaikan masalah
dan bertahan dalam kesulitan tanpa menyerah bisa berdampak sampai puluhan tahun ke depan.

Bukan saja bisa membuat seseorang lulus sekolah tinggi, tapi juga lulus melewati ujian badai2 pernikahan.

Tampaknya sepele sekarang... secara apa salahnya sih kita bantu?
Tapi jika anda segera bergegas menyelamatkannya dari segala kesulitannya, dia akan menjadi ringkih... dan mudah layu.

Susah sedikit... bantuan diminta.
Berantem sedikit ya sudahlah, cerai saja.
Sakit sedikit ngeluhnya warbyasa.
Masalah sedikit... bisa jadi gila.

Kalau anda menghabiskan banyak waktu, perhatian dan uang untuk IQ-nya, habiskan hal yang sama untuk AQ-nya juga.
AQ? Apa itu? Adversity Quotient.
Adversity quotient menurut Paul G. Stoltz dalam bukunya yg berjudul sama, adalah kecerdasan menghadapi kesulitan atau hambatan dan kemampuan bertahan dalam berbagai kesulitan hidup dan tantangan yang dialami. 
Bukannya kecerdasan ini yg jadi lebih penting daripada IQ, untuk menghadapi masalah sehari-hari?

Bukankah itu yang di miliki Nabi Nuh hingga tidak menyerah dalam dakwah beratus tahun lamanya?
Atau Nabi Yusuf yang mengalami banyak cobaan dalam hidupnya?
Dan Nabi Ayyub yang terkenal karena kesabarannya menghadapi masalah?
Dan Nabi Muhammad ketika ujian2 menimpa?

Perasaan mampu melewati ujian juga luar biasa nikmatnya. Merasa bisa menyelesaikan masalah, mulai dari yang sederhana sampai yang susah, membuat diri semakin percaya.
Bahwa minta tolong hanya dilakukan ketika kita benar2 tdk lagi bisa.
Setelah di coba berkali-kali, berulang-ulang, tidak menyerah dalam waktu yang lama.

So izinkan anak anda melewati kesusahan.
Nggak apa2 sedikit luka, sedikit nangis, sedikit kecewa, sedikit telat dan sedikit kehujanan.

Akui kesulitan yang sedang dia hadapi.
Tahan lidah, tangan dan hati dari memberikan bantuan, ajari menangani frustrasi.

Kalau anda selalu jadi ibu peri, apa yang terjadi jika anda tdk bernafas lagi esok hari?
Bisa-bisa anak anda ikut mati.
Sulit memang untuk tidak mengintervensi,
ketika melihat anak sendiri susah, sakit dan sedih.
Apalagi dengan menjadi orangtua, insting pertama adalah melindungi, jadi melatih AQ ini adalah ujian kita sendiri.

Tapi hidup penuh dengan ketidakenakan.
Dan mereka harus bisa bertahan.
Melewati hujan, badai, dan kesulitan,
yang kadang tidak selalu bisa kita hindarkan.

"Permata hanyalah arang... yang bisa melewati tekanan dengan sangat baik"

Parenting With Elly Risman & Family

No comments:

Post a Comment

ILMU CARI REJEKI

BEGINI CARA BISNIS KULINER BERTAHAN DI MASA RESESI!! Oktober ini berarti sudah 7 bulan pandemi mendera, entah sudah berapa kawan...